Kasus
Etika Dalam Menggunakan Internet
Contoh Kasus “ Kasus Mustika-Ratu.com”
Mustika
Ratu telah memiliki nama domain Mustika-Ratu.co.id sejak 5 September 1996. Di
Indonesia, perkara cybersquatting, dapat dilihat pada kasus mustika-ratu.com,
dimana PT.Mustika Ratu tidak dapat mendaftarkan mustika-ratu.com sebagai alamat
website-nya, karena telah ada yang pihak lain, telah mendaftarkan
mustika-ratu.com sebagai alamat websitenya. Secara liberal, hal ini etis saja
selama pihak tersebut tidak menggunakannya untuk menghancurkan merek dagang
tersebut melainkan untuk mendukung pemasaran merek dagang tersebut karena pihak
tersebut merasa puas dengan pelayanan dan produk merek dagang tersebut. Namun,
secara konservatif, hal tersebut tidak etis dan tetap apapun alasannya
merupakan tindakan yang dimungkinkan akan menghancurkan merek dagang orang
lain. Pada kenyataannya padangan konservatif ini yang menguasai cara pandang
masyarakat sekarang karena ada pandangan bahwa merek dagang itu memiliki hukum
sehingga tidak bisa sembarang pihak yang menggunakan merek dagang tanpa ijin
dari pemilik merek dagang tersebut walaupun motivasinya bukan untuk merugikan.
Perusahan cenderung mengalami kekuatiran terhadap cybersquatting karena
tindakan ini dapat menghancurkan nama perusahaan mereka. Penamaan domain
berkaitan erat dengan nama perusahaan dan atau produk (service) yang
dimilikinya. Adakalanya suatu nama domain dapat dilindungi dengan hukum merek,
karenanya nama domain menjadi kepemilikan dan merupakan salah satu bentuk atau
bidang hak kekayaan intelektual (HAKI). Dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang
merek di bawah yurisdiksi Indonesia sudah cukup memadai untuk dijadikan dasar
hukum. Pengertian merek dalam UU tersebut adalah tanda berupa gambar, nama,
kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, dan atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang dan jasa. Selain itu juga diperkuat dalam UU ITE (Informasi
dan Transaksi Elektronik) bahwa alamat internet penyelenggara negara, orang,
badan usaha, dan/atau masyarakat yang dapat digunakan dalam berkomunikasi
melalui internet yang berupa kode ataupun susunan karakter yang bersifat unik
untuk menunjukan lokasi tertentu dalam internet. Dalam kasus mustika-ratu.com
peneliti berpendapat bahwa pihak lain yang mendaftarkan domain mustika-ratu.com
belum tentu bersalah jika tidak merugikan pihak mustika-ratu.com. Namun, tetap
tidak etis karena pihak tersebut tidak melakukan perijinan terlebih dahulu
terhadap pihak PT.Mustika Ratu sehingga dipertanyakan tujuan dari pihak lain
tersebut. Untuk menghindari pelanggaran etika ini perusahaan perlu waspada
khususnya dalam mendaftarkan nama domain, dibutuhkan pengetahuan yang luas
mengenai nama domain pada dunia cyber. Bila perlu semua kemungkinan nama domain
yang berkaitan dangan nama perusahaan didaftarkan untuk mencagah cybersquatting
atau memberikan informasi kepada konsumen alamat situs dengan jelas dan
memperingatkan untuk tidak melakukan kesalahan dalam penulisan alamat situs.
Misalnya dalam penulisan yang seharusnya .com jadi .co.id/.net/.ac.id/.web, dll
atau contohnya saja mustika-ratu jadi mustikaratu/ mustika_ratu/ MUST1KA-RATU.
Jika user tidak memperhatikan hal ini bukan hanya perusahaan yang dirugikan
tetapi user ataupun konsumen juga dapat dirugikan. Pentingnya kesadaran pemilik
merek dagang untuk mempertahankan dan mengusahakan keamanan dari pemanfaatan
merek dagang tersebut. Alasan dari hal ini sudah dikemukakan oleh Yuliati dalam
hasil penelitiannya yaitu UU di Indonesia belum mampu menjerat pelaku
Cybersquatting karena adanya perbedaan konsep dasar hukum dunia nyata dengan
dunia maya. Kasus serupa bukan hanya terjadi pada PT Mustika Ratu yang
merupakan perusahaan kosmetik dalam negeri yang ternama, melainkan juga dialami
oleh perusahaan e-commerce pemesanan tikert terbesar seperti Traveloka. Dari
sumber dikatakan bahwa pihak traveloka tidak dapat berbuat banyak ketika ada
banyak nama domain yang menggunakan nama merek dagangnya karena adanya perlindungan
privasi pada website domain palsu tersebut. Dalam hal ini jelas sekali
Traveloka dirugikan karena konsumen diarahkan untuk mendapatkan informasi yang
tidak terkait dengan pemesanan tiket melainkan situs pornografi. Maka pihak
yang melakukan cybersquatting ini diuntungkan.
Analisis
Menurut
kelompok kami dari contoh kasus diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat
pelanggaran etika dalam menggunakan internet yaitu cybersquatting. Dan
cybersquatting merupakan salah satu pelanggaran etika internet yang dimana
pelanggaran ini melanggar hukum yang terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual
(HAKI) karena merek dagang merupakan salah satu kekayaan intelektual yang
dilindungi. Solusi upaya untuk mengatasi contoh kasus pelanggaran etika dalam
bentuk cybersquatting tersebut yaitu kewaspadaan dari pihak perusahaan saat
mendaftarkan nama domainnya (alamat website/URL) bahwa ada banyak kemungkinan
nama domain (alamat website/URL) dari perusahaannya tersebut dan sebaiknya
mendaftarkannya untuk menghindari penyalahgunaan domain merek dari pihak lain.
Dan konsumen ataupun user harus lebih berhati-hati dalam menuliskan alamat
domain dari situs web perusahaan yang dituju.
“Cybersquatting
merupakan kejahatan dalam dunia maya yang dilakukan dengan melakukan pembelian
suatu domain (alamat website/URL), dimana domain (alamat website/URL) tersebut
memiliki penulisan yang mirip dengan satu merek tertentu, perusahaan tertentu
yang sangat terkenal dan potensial. Bagi perusahaan yang sudah memiliki
reputasi yang bagus dan dikenal di masyarakat luas, hal ini tentulah sangat
meresahkan, karena hal ini berkaitan dengan nama besar dan nama baik
perusahaan. Perusahaan yang diincar biasanya perusahaan terkemuka yang sudah
mempunyai nama besar.”
DAFTAR
PUSTAKA
Rosidawati,I .,& Santoso E.
“Pelanggaran Internet Marketing Pada Kegiatan e-Commerce Dikaitkan
dengan Etika Bisnis”.
Primawati, Alusyanti. (2016). Etika IT Di
Indonesia Studi Kasus: Cybersquatting Domain PT. Mustika
Ratu. Jurnal Simetris. Vol 7(1).
Fakultas Teknik Matematika dan IPA Universitas Indraprasta PGRI.
Donny, B U. (2011). “Kasus
Mustika-Ratu.com: 3 Pertempuran Senilai Rp100 Miliar”.
Comments
Post a Comment